Kamis, 09 Oktober 2014

Asuhan Keperawatan pada Hemoroid

A.       Konsep Dasar Medis
1.         Definisi
Hemoroid adalah pembesaran vena (varises) dari pleksus venosis hemoroidalis yang diketemukan pada anal kanal (Diyono dan Mulyanti, 2013).
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50 tahun, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena (Smeltzer dan Bare, 2002).
Hemoroid atau “wasir” merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi menjadi dua jenis yaitu, hemoroid internal dan hemoroid eksterna. Hemoroid internal merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior (Price dan Wilson, 2002).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah peradangan atau pembengkakan yang terjadi pada daerah anus.
2.    Etiologi
Penyebab hemoroid dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
a.    Peningkatan tekanan intra abdomen. Misalnya: kegemukan, kehamilan konstipasi.
b.    Komplikasi dari penyakit cirhoris hepatis.
c.    Terlalu banyak duduk
d.   Tumor abdomen/ pelvis
e.    Mengejan saat BAB
f.     Hipertensi portal
g.    Usia tua
h.    Konstipasi kronik
i.      Diare kronik atau diare yang belebihan
j.      Kurang minum air
k.    Kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
l.      Kurang olahraga/ imobilisasi
3.    Patofisiologi
Prolaps dapat disebabkan oleh spasme pada sfingter internal sebagai akibat dari peningkatan tekanan yang mendorong benjolan melalui sfingter internal dan dalam waktu saat benjolan terdorong keluar.
Komplikasi yang berhubungan dengan hemoroid internal meliputi perdarahan, prolapsus, dan thrombus. Hemoroid yang tersusun dari jurusan vaskular spor, menimbulkan perdarahan. Darah tersebut tampak pada WC duduk dan tisu toilet atau permukaan tempat duduk. Kekurangan zat besi sebagai akibat dari anemia dapat berkembang jika darah berkurang dalam periode waktu lama.
Trombosis dalam hemoroid eksternal sebagai akibat pembekuan darah dalam vena hemoroid. Thrombosis ini berhubungan dengan pengangkatan beban berat, mengejan. Klien yang nyeri hebat secara tiba-tiba pada anusnya, tingkat nyeri akan meningkat apabila klien duduk saat defekasi. Itu biasanya tidak tampak dalam waktu seminggu. Trombosis pada hemoroid eksternal selalu di ikuti oleh prolaps trombosis hemoroid internal. Jika pembekuan darah pada permukaan kulit maka dapat menimbulkan ulserasi.

4.    Klasifikasi
Hemoroid di klasifikasikan menjadi hemoroid eksterna dan interna.


  Gambar 1 klasifikasi hemoroid


a.    Hemoroid eksterna
Pembesaran vena rektalis inferior yang terletak di bawah linea dinata dan di tutup epitel gepeng, anoderm serta kulit peranal.
Ciri-cirinya :
1)        Nyeri sekali akibat peradangan
2)        Edema akibat thrombosis
3)        Nyeri yang semakin bertambah
b.    Hemoroid interna
Pembesaran vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan media yang timbul atas lenia dinata dan dilapisi oleh mukosa.
Hemoroid interna dibagi menjadi empat derajat :



Gambar 2 derajat hemoroid


1)   Derajat I
Dilatasi pleksus hemoroid superior yang tidak mengalami prolaps dan hanya terdapat luka kecil yang masuk pada anak kanal.
2)   Derajat II
Pada waktu gerak, benjolan keluar (prolaps) dan waktu selesai berak, masuk sendiri tanpa di dorong dengan jari/ secara spontan.
3)   Derajat III
Benjolan yang keluar waktu berak tidak dapat masuk sendiri tanpa di dorong dengan jari/ secara manual.
4)   Derajat IV
Benjolan mengalami inkarserasi dan tidak dapat di dorong masuk ke anus


5.    Manifestasi Klinis
a.    Gangguan pada anus: nyeri, konstipasi, pendarahan.
b.    Benjolan pada anus yang menetap pada hemoroid eksternal sedangkan pada hemoroid internal benjolan tanpa prolaps mukosa dan keduanya sesuai dengan gradasinya.
c.    Dapat terjadi anemia bila hemorid mengalami perdarahan kronis.
d.   Perdarahan peranus waktu gerak yang berupa darah merah segar yang menetes/ mengucur tanpa rasa nyeri.
e.    Bila terdapat bekuan darah pada saat gerak maka dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan rasa nyeri.
f.     Rasa gatal dan nyeri
g.    Perdarahan berwarna merah terang pada saat BAB
h.    Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan adema yang disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga dapat menimbulkan iskemia dan nekrosa pada area tersebut
6.    Pemeriksaan Diagnostik
a.    Inspeksi
Kemungkinan tidak di temukan apa-apa, mungkin terlihat benjolan hemoroid internal/ eksternal yang prolaps.
b.    Pemeriksaan rektal secara langsung
Mengetahui adalah bunyi pada sfingter internal dan biasanya pada laki-laki muda terdapat bunyi yang cepat.
c.    Colok dubur
Tidak di ketemukan benjolan kecuali sudah terjadi thrombus, pemeriksaan ini harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan/ penyakit lain.
d.    Anoscopy
Pemeriksaan untuk mengetahui adakah terjadi pergeseran pada organ dalam dibagian bawah yang menyebabkan hemoroid.
e.    Sigmordscopy dan barium enema
Pemeriksaan pada usus/ kolon sigmoid untuk mengetahui adakah kanker atau inflamasi. Pemeriksaan ini penting terutama pada klien umur > 40 tahun
f.      Proktoscopy
Pemeriksaan untuk melihat lokasi hemoroid internal yang ada pada tiga tempat utama.
7.    Penatalaksanaan
Hemoroid eksternal
Pada hemoroid ini bila sudah mengalami thrombus dapat dilakukan hemoroidektomi.
a.    Hemoroid internal
1)   Derajat I        : Konservatif dengan diet berserat dan laxantia ringan.
2)   Derajat II       : Konservatif.
3)   Derajat III     :
Operatif/ hemoroidektomy
a)    Soliter       : cara langenbeck
b)   Jam 3,7,1  : cara miligan morgan
c)    Sirkuler     : cara whileheat
4)   Derajat IV     : Operatif, cara whileheat
b.    Pengobatan konservatif
1)   Laxantia
2)   Bedres dilakukan bila nyeri mengganggu aktifitas.
3)   Hindari konstipasi dengan diet tinggi serat, minum banyak, makan buah-buahan.
4)   Rendaman duduk
a)    Rendaman dilakukan setelah mandi dengan air hangat kurang lebih 15-20 menit.
b)   Rendaman sebaiknya dilakukan setelah BAB
c)    Tujuan mengurangi nyeri, merangsang sirkulasi darah, reabsorpsi edema, desinfektan, membersikan luka.
5)   Operatif
a)    Rugger band ligation: dengan bantuan alat anascopy.
b)   Cryosurgical hemoroidektomy jarang di lakukan kalau penyembuhan luka lama.
c)    Lasettherapi dilakukan pada hemoroid eksternal.
d)   Sifat cepat dan tidak nyeri.
8.    Komplikasi
a.    Perdarahan. Bila deras dan banyak/ akut dapat menjadi syok hipovolemik, sedangkan perdarahan kronis dapat menyebabkan anemia.
b.    Inkarserasi dapat berkembang yang kemudian mengalami iritasi dan infeksi sehingga dapat terjadi sepsis.
B.      Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, bimbingan penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang diberikan oleh seorang perawat untuk klien. Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam survei klien dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi dan preventif perawat kesehatan (Doenges, 2000).
Ilmu keperawatan didasarkan pada suatu teori yang sangat luas. Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan untuk memecahkan masalah (problem-solving) yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan interpersonal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nursalam, 2008).
Proses keperawatan merupakan suatu metode bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Proses keperawatan bukan hanya sekedar pendekatan sistematik dan terorganisir melalui lima langkah dalam mengenali masalah-masalah klien, namun merupakan suatu metode pemecahan masalah (problem solving) baik secara episodik maupun secara linear sehingga masalah dapat teridentifikasi dengan baik dan tepat (dengan cara pengkajian), kemudian dapat dirumuskan diagnosa keperawatannya, dan cara pemecahan masalahnya, oleh karena itu proses keperawatan selalu diikuti dengan pemecahan masalah (Nurjannah, 2005).

1.       Pengkajian
Adapun data dasar pengkajian yang di temukan pada klien dengan preoperatif menurut Doenges (2000) adalah :

a.              Sirkulasi
Gejala  : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vaskular perifer, atau stasis vaskular (peningkatan resiko pembentukan tronbus)
b.             Integritas ego
Gejala : Perasaan cemas, takut, marah, apati. Faktor-faktor stress multipel, misalnya finansial, hubungan, gaya hidup.
Tanda :  Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/ peka rangsang.  Stimulasi simpatis.
c.              Makanan/ cairan
Gejala  : Insufisiensi pankreas/ DM (prediposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis). Malnutrisi (termasuk obesitas). Membran mukosa yang kering (pembatasan pemasukan/ periode puasa praoperasi).
d.             Pernafasan
Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/ batuk, merokok.
e.              Keamanan
Gejala : Alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. Defisiensi imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan). Munculnya kanker/ terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatik (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi). Riwayat transfusi darah/ reaksi tranfusi.
Tanda : Munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
f.              Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala  : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik, antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia, bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgetik, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (resiko dan kerusakan ginjal yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pascaoperasi)

3.       Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang sering di jumpai pada klien dengan Pascaoperasi adalah:
a.              Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/ kognitif. Peningkatan ekspansi paru, energi. Obstruksi trakeobronkial.
b.             Perubahan sensori/ persepsi : perubahan proses piker berhubungan dengan perubahan kimia : penggunaan obat-obatan farmasi, hipoksia. Lingkungan terapeutik yang terbatas : stimulus sensori yang berlebihan. Stress fisiologi.
c.              Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur medis/ adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah. Pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuaan darah. Usia dan berat badan yang belebihan.
d.             Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot, trauma musculoskeletal/ tulang.
e.              Kerusakan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.
f.              Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri. Hipervolemik.
g.             Kurang pengetahuan tentang kondisi/ situasi, prognosis, kebutahan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi. Keterbatasan kognitif.  
4.             Perencanaan
Perencanaan adalah tahap ke tiga dari proses keperawatan, yang dimulai setelah data-data yang terkumpul sudah dianalisa. Dari diagnosa keperawatan yang di susun di atas, berikut rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan pascaoperasi berdasarkan diagnosa yang telah di tentukan adalah sebagai berikut:
a.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/ kognitif. Peningkatan ekspansi paru, energi. Obstruksi trakeobronkial.
Tujuan          :  Tidak terjadi perubahan pada frekuensi pernapasan
Kriteria hasil :  Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya.
Intervensi dan Rasional
1)        Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral.
Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas
2)        Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow, dan kehilangan setelah skstubasi.
Rasional : Kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan. Berkurangnya suara pernafasan diperkirakan telah terjadinya atelektasis. Suara mengi menunjukkan adanya spasme bronkus, dimana suara crowg dan diam menggambarkan spasme laring parsial sampai total.
3)        Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot-otot bantu pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara
Rasional : Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya  memperbaikinya dapat segera dilakukan.
4)        Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus.
Rasional :   Meningkatnya pernafasan, takikardia, dan bradikardi menunjukkan kemungkinan terjadinya hipoksia.
5)        Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan.
Rasional :   Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
6)        Observasi pengembalian fungsi otot, terutama otot-otot pernafasan.
Rasional :   Setelah pemberian obat-obat relaksasi otot selama masa intraoperatif, penegembalian fungsi otot pertama kali terjadi pada diafragma, otot-otot interkostal, dan laring yang akan diikuti dengan relaksasi kelompok otot-otot utama seperti leher, bahu, dan otot-otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot-otot berukuran sedang seperti lidah, faring, otot-otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan jari-jari tangan.
7)        Lakukan latihan gerak segera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada periode pascaoperasi.
Rasional :   Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi, batuk membantu pengeluaran sekresi dari sistem pernafasan.
8)        Observasi terjadinya somnolen yang berlebihan.
Rasional :   Induksi narkotik akan menyebabkan terjadinya depresi pernafasan atau menekan relaksasi otot-otot dalam system pernafasan. Kedua hal ini mungkin terjadi dan membentuk siklus yang memberikan pola depresi dan keadaan darurat kembali. Selain itu, pentotal diabsorpsi dalam jaringan lemak dan adanya pergerakan sirkulasi, obat-obatan ini dapat terdistribusi kembali melalui aliran darah.
9)        Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan.
Rasional :   Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorokan atau trakea.
10)    Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional     :   Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anestesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi.
11)    Berikan obat-obat IV seperti Nalokson (Narkan) atau Doksapram (Dopram).
Rasional :   Narkam akan mengubah induksi narkotik yang menekan susunan saraf pusat dan dopram menstimulasi gerakan otot-otot pernafasan. Kedua obat ini bekerja secara alami dalam siklus dan depresi pernafasan mungkin akan terjadi kembali.
12)    Berikan/ pertahankan alat bantu pernafasan (ventilator).
Rasional :   Dilakukan tergantung pada penyebab depresi pernafasan atau jenis pembedahan (pembedahan paru, abdominal yang luas, jantung) selang endotrakeal mungkin tetap pada tempat dan penggunaan mesin bantu pernafasan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu.
13)    Bantu dalam menggunakan alat bantu pernafasan lainnya seperti spirometri insentif, balon.
Rasional :   Latihan pernafasan maksimal akan menurunkan terjadinya atelektasis dan infeksi.
b.    Perubahan sensori/ persepsi: perubahan proses piker berhubungan dengan perubahan kimia: penggunaan obat-obatan farmasi, hipoksia. Lingkungan terapeutik yang terbatas: stimulus sensori yang berlebihan. Stress fisiologi.
Tujuan          : Tidak terjadi gangguan kemampuan berkonsentrasi
Kriteria hasil :  Meningkatkan tingkat kesadaran. Mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi dan Rasional
1)        Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh anestesi, nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
Rasional  : Karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan membantu menghilangkan ansietas.
2)        Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membentak, sadar penuh akan apa yang diucapkan. Minimalkan diskusi yang bersifat negatif dalam jangkauan pendengaran pasien (misal, masalah-masalah personal atau masalah pasien). Jelaskan prosedur yang akan dilakukan, meskipun pasien belum pulih secara penuh.
Rasional  : Tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih, oleh karena itu sangatlah penting untuk tidak mengatakan sesuatu yang mungkin menimbulkan kesalahan interpretasi. Berikan informasi-informasi yang membantu pasien dalam meningkatkan rasa percaya diri dan dalam persiapan untuk melakukan aktivitas.
3)        Evaluasi sensasi/ pergerakan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.
Rasional : Pengembalian fungsi setelah dilkukan blok saraf spinal atau lokal yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.

4)        Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
Rasional  : Berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama masa disorentasi.
5)        Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan kepatenannya.
Rasional :   Pada pasien yang mengalami disorentasi, mungkin akan terjadi bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, dan tertekuk.
6)        Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional :   Stimulus eksternal seperti suara bising, cahaya, sentuhan mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi disosiasi obat-obatan anestesi yang telah diberikan (misal, obat kemarin)
7)        Observasi akan adanya halusinasi, dilusi, depresi, atau keadaan yang berlebihan.
Rasional :   Keadaan-keadaan ini mungkin mengikuti trauma dan mengindikasi adanya keadaan delirium. Pada pasien yang meminum alkohol secara berlebihan diperkirakan akan mengalami delirium yang hebat.
8)        Kaji kembali pengembalian kemampuan sensorik dan proses berpikir untuk persiapan pulang sesuai indikasi.
Rasional :   Pasien yang mengalami pembedahan dan telah melakukan ambulasi harus dapat merawat dirinya sendiri dengan bantuan orang yang dekat untuk mencegah terjadinya perlukaan setelah pulang.
9)        Pertahankan untuk tinggal di dalam ruang pascaoperasi sebelum pulang.
Rasional :   Masa disorentasi mungkin timbul dan orang yang dekat dengan pasien mungkin tidak akan dapat menolong pasien apabila ini terjadi setelah pulang.
c.    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur medis/  adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah. Pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuaan darah. Usia dan berat badan yang belebihan.
Tujuan          :  Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :  Mendemontrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine individu yang sesuai.
Intervensi dan Rasional
1)        Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran cairan gastrointestinal). Tinjau ulang catatan intraoperasi.
Rasional :   Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/ penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2)        Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
Rasional :   Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem genitourinarius dan/ atau struktur yang berdekatan (misal, ureteroplasti, ureterolitotomi, histerektomi abdominal ataupun vaginal), mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi system urinarius.
3)        Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misalnya privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat diatas perineum.
Rasional :   Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengososngan.
4)        Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :   Hipotensi, takikardia, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan cairan, misal, dehidrasi, hipovolemia
5)        Catat munculnya mual/ muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
Rasional : Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk perjalanan penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pascaoperasi. Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin besar resiko untuk mual. Catatan : mual yang terjadi selama 12 sampai 24 jam pascaoperasi umumnya dihubungkan dengan anestesi (termasuk anestesi regional). Mual yang bertahan lebih dari 3 hari pascaoperasi mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat-obatan lainnya.
6)        Periksa pembalut, alat drein pada interval regular. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
Rasional :   Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/ hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan formasi hematoma/ perdarahan. Catatan : perdarahan ke dalam rongga (misalnya retroperitoneal) mungkin tersembunyi dan hanya terdiagnosa melalui depresi tanda-tanda vital, laporan pasien akan sensasi tekanan pada daerah yang terpengaruh.
7)        Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional   :   Kulit yang lembab/ dingin, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
8)        Berikan cairan parenteral, produksi darah dan plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
Rasional :   Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi, pingsan kardiovaskuler. Catatan : pada awalnya mungkin dibutuhkan peningkatan volume untuk mendukung volume sirkulasi/ mencegah hipotensi karena penurunan tonus vasomotor akan mengikuti pemberian fluothane.
9)        Pasang kateter urinarius dengan atau tanpa urimeter sesuai kebutuhan.
Rasional  : Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius secara akurat.
10)    Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk.
Rasional  :  Pemasukan oral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
11)    Berikan antiemetik sesuai kebutuhan.
Rasional   : Menghilangkan mual/ muntah, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pemasukan, membantu kehilangan cairan. Catatan : Naloxon (narkan) mungkin akan menyebabkan mual yang dihubungkan dengan penggunaan zat-zat anestesi regional, misal, Duramorp, Sublimas.
12)    Pantau studi laboratorium, misalnya Hb, Ht. Bandingkan studi darah praoperasi dan pascaoperasi.
Rasional  : Indikator hidrasi/ volume sirkulasi. Anemia praoperasi dan Ht yang rendah dikombinasikan dengan kehilangan cairan yang tidak digantikan pada masa intraoperasi akan memperburuk potensial defisit.
d.   Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot, trauma muskuloskeletal/ tulang.
Tujuan            :  Melaporkan rasa nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria Hasil :  Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan. Tampak santai, dapat beristirahat/ tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi dan Rasional
1)        Catat umur dan berat pasien, masalah medis/ psikologis yang muncul kembali, sensitivitas idiosinkratik analgesik dan proses intraoperasi (misal, ukuran/ lokasi insisi, penggantian saluran, zat-zat anestesi) yang digunakan.
Rasional :   Pendekatan pada manajemen rasa sakit pascaoperasi berdasarkan kepada faktor-faktor variasi multipel
2)        Ulangi rekaman intraoperasi/ ruang penyembuhan untuk tipe anestesi dan medikal yang diperikan sebelumnya.
Rasional :   Munculnya narkotik dan droperidol pada sistem dapat menyebabkan analgesia narkotik dimana pasien dibius dengan Fluothane dan Ethrane yang tidak memilki efek analgesik residual. Selain itu, intraoperasi blok regional/ lokal memiliki berbagai durasi, misalnya 1-2 jam untuk regional atau 2-6 jam untuk lokal.
3)        Evaluasi rasa sakit secara regular (misal, setiap 2 jam x 12) catat karakteristik, lokasi dan intensitas (skala 0-10).
Rasional :   Sediakan informasi mengenai kebutuhan atau/ efektivitas intervensi. Catatan: sakit kepala frontal dan/ atau oksipital mungkin berkembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal, mengaharuskan posisi telentang, peningkatan pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli anestesi.
4)        Catat munculnya rasa cemas/ takut dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapan untuk prosedur.
Rasional :  Perhatikan hal-hal yang tidak diketahui (misal, hasil biopsi) dan persiapan inadekuat (misal, apendektomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit.
5)        Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan parnapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
Rasional :   Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan. Catatan: sebagian pasien mungkin mengalami sedikit penurunan tekanan darah, yang akan kembali kedalam jangkauan normal setelah rasa sakit berhasil dihilangkan
6)        Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
Rasional :   Ketidaknyamanan mungkin disebabkan/ diperburuk dengan penekanan pada kateterindwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur parenteral (sakit kandung kemih, akumulasi cairan dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi)
7)        Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
Rasional :   Pahami penyebab ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin dapat bertahan sampai 48 jam) pascaoperasi, sakit kepala sinus yang diasosiasikan dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan: parestesia bagian-bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala-gejala mungkin bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan-bulan dan membutuhkan evaluasi tambahan.
8)        Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi fowler, miring.
Rasional : Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot-otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
9)        Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
Rasional : Lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
10)    Berikan perawatan oral regular.
Rasional :   Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering pada zat-zat anestesi, restriksi oral.
11)    Observasi efek analgesik.
Rasional :   Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anestesi.
12)    Analgesik IV (setelah mengulangi catatan anestesi untuk kontraindikasi dan munculnya zat-zat yang dapat menyebabkan analbesia), menyediakan analgesia setiap saat dengan dosis penyelamat yang intermiten.
Rasional :   Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil. Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama dan keefektifannya bergantung kepada tingkat dan absorpsi sirkulasi. Catatan: dosis narkotik harus dikurangi seperempat atau sepertiga setelah penggunaan innovar atau inapsin untuk mencegah perpanjangan tranquilasi selama 10 jam pertama pascaoperasi. Penelitian terbaru akan mendukung kebutuhan untuk memberikan analgesik setiap saat dari pada dalam rangka untuk mencegah, dari pada mengobati rasa sakit.
13)    Analgesik pasien dikontrol (ADP).
Rasional :   Penggunaan ADP mengharuskan intruksi secara detail pada metode penggunaannya dan harus dipantau secara ketat namun dianggap sangat efektif dalam mengatasi rasa sakit pascaoperasi dengan jumlah narkotik yang lebih sedikit.
14)    Anestesi lokal, misalnya blok epidural.
Rasional :   Analgesik mungkin diinjeksikan kedalam lokasi operasi atau saraf ke lokasi yang mungkin tetap terlindung pada pascaoperasi yang segera untuk mencegah rasa sakit.
e.    Kerusakan integritas kulit/  jaringan berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.
Tujuan            :  Tidak terjadi perubahan pada permukaan/ lapiasan kulit.
Kriteria Hasil :   Mencapai penyembuhan luka. Mendemonstrasikan tingkah laku/ teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi dan Rasional
1)        Beri penguatan pada balutan awal/ penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat.
Rasional :   Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan akskoriasi
2)        Secara hati-hati lepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu mengganti.
Rasional :  Mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada luka.
3)        Gunakan sealant/ barier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus/ silk (hipoalergik atau perekat Montgoumery/ elastik untuk membalut luka yang membutuhkan pergantian balutan yang sering).
Rasional :   Menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus
4)        Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas.
Rasional :   Dapat mengganggu atau membendung sirkulasi pada luka sekaligus bagian distal dari ekstremitas.
5)        Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
Rasional  :  Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka/ berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius.
6)        Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
Rasional :   Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan, apabila pengeluaran cairan terus menerus atau adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya komplikasi (misalnya pembentukan fistula, perdarahan, infeksi).
7)        Pertahankan ketepatan saluran pengeluaran cairan, berikan kantong penampung cairan pada drain/ insisi yang mengalami pengeluaran cairan yang berbau.
Rasional :   Fasilitasi letak kantong dekat luka, menurunkan resiko terjadinya infeksi dan kecelakaan secara kimiawi pada jaringan/ kulit.
8)        Tingkatkan daerah yang dioperasi sesuai kebutuhan.
Rasional  :  Meningkatkan pengembalian aliran vena dan menurunkan pembentukan edema. Catatan: meningkatkan daerah yang mengalami insufisiensi pada vena mungkin menyebabkan kerusakan.
9)        Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama batuk atau bergerak.
Rasional :   Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan resiko terjadinya rupture/ dehisens.
10)    Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
Rasional :  Mencegah kontaminasi luka.
11)    Biarkan terjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau tutup dengan kain kasa tipis/ bantalan telfa sesuai kebutuhan
Rasional :   Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi proses penyembuhan luka. Pemberian cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah iritasi bila tepi luka/ sutura bergesekan dengan pakaian linen.
12)    Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hidrogen peroksida atau dengan air yang mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup.
Rasional :   Menurunkan kontaminasi kulit, membantu dalam membersihkan eksudat
13)    Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan
Rasional :   Menurunkan pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat diidentifikasi pada luka selama periode pascaoperasi tertentu.
14)    Gunakan korset pada abdominal bila dibutuhkan
Rasional :   Memberi pengencangan tambahan pada insisi yang beresiko tinggi (misalnya pada pasien yang obesitas)
15)    Irigasi luka, bantu dengan melakukan debridemen sesuai kebutuhan.
Rasional :   Membuang jaringan nekrotik/ luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
f.     Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri. Hipervolemik.
Tujuan             :  Perubahan perfusi jaringan tidak terjadi
Kriteria Hasil   :  Mendemontrasikan adanya pefrusi jaringan yang adekuat   dengan tanda-tanda vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit hangat/ kering, kesadaran normal, dan pengeluaran urinarius individu sesuai.
Intervensi dan Rasional
1)        Ubah posisi secara perlahan di tempat tidur dan pada saat pemindahan (terutama pada pasien yang mendapatkan obat anestesi Fluothane)
Rasional :   Mekanisme vasokontriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi.
2)        Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.
Rasional :   Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis sehingga menurunkan resiko pembentukan trombus.
3)        Bantu dengan ambulasi awal.
Rasional : Meningkatkan sikulasi dan mengembalikan fungsi normal organ
4)        Cegah dengan menggunakan bantal yang diletakkan di bawah lutut. Ingatkan pasien agar tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki tergantung lama.
Rasional : Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis yang menurunkan risiko tromboflebitis.
5)        Kaji ekstremitas bagian bawah seperti adanya eritema, tanda human positif.
Rasional :   Sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk beberapa posisi selama proses operasi, sementara itu obat-obatan anestesi dan menurunnya aktivitas dapat mengganggu tonusitas vasomotor, kemungkinan bendungan vaskular dan peningkatan resiko pembentukan trombus.
6)        Pantau tanda-tanda vital, palpasi denyut nadi perifer, catat suhu/ warna kulit dan pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.
Rasional : Merupakan indikator dari volum  dan fungsi organ/ perfusi jaringan yang adekuat.

7)        Beri cairan IV/ produk-produk darah sesuai kebutuhan.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi jaringan.
8)        Berikan obat-obatan antiembolik sesuai indikasi
Rasional :  Meningkatkan pengembalian aliran vena dan mencegah aliran vena statis pada kaki untuk menurunkan resiko trombosis.
g.    Kurang pengetahuan tentang kondisi/ situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi. Keterbatasan kognitif.
Tujuan            :  Klien dapat memahami tentang penyakitnya
Kriteria Hasil :   Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan. Dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam program perawatan.
Intevensi dan Rasional :
1)        Tinjau ulang pembedahan/ prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa depan.
Rasional : Sediakan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
2)        Tinjau ulang dan minta pasien/ orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka/ balutan jika diindikasikan. Identifikasi sumber-sumber untuk persediaan.
Rasional :   Meningkatkan kompetensi perewatan diri dan meningkatkan kemandirian.
3)        Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor resiko, misalnya pemajanan pada lingkungan/ orang yang terinfeksi.
Rasional :  Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh
4)        Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesik yang dijual bebas.
Rasional :   Meningkatkan kerjasama dengan regimen, mengurangi resiko
Reaksi merugikan/ efek-efek yang tidak menguntungkan.
5)        Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.
Rasional : Mencegah regangan yang tidak diinginkan di lokasi operasi
6)        Rekomendasikan rencana/ latihan progresif.
Rasional :   Meningkatkan pengembalian ke fungsi normal dan meningkatkan perasaan sehat.
7)        Jadwalkan periode istirahat adekuat
Rasional :   Mencegah kepenatan dan mengumpulkan energi untuk kesembuhan
8)        Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional  :  Sediakan elemen yang dibutuhkan untuk regenerasi/ penyembuhan jaringan dan mendukung perfusi jaringan dan fungsi organ.
9)        Dorong penghentian merokok.
Rasional :   Meningkatakan resiko infeksi pulmonal. Menyebabkan vasokontriksi dan mengurangi kapasitas penjepitan oksigen oleh darah, yang mengakibatkan perfusi selular dan potensial penyimpangan penyembuhan.
10)    Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang membutuhkan evaluasi medikal, misalnya mual/ muntah, kesulitan dalam berkemih, demam, drain luka yang berlanjut/ berbau, pembengkakan insisional, eritema atau pemisahan tepi, karakteristik rasa sakit yang tidak terpecahkan atau berubah.
Rasional :   Pengenalan awal dan pengobatan perkembangan komplikasi (misalnya ileus, retensi urinarius, infeksi, penundaan penyembuhan) dapat mencegah perkembangan kearah situasi yang lebih serius atau membahayakan jiwa.
11)    Tekankan pentingnya kunjungan lanjutan
Rasional  :  Memantau perkembangan penyembuhan dan mengevaluasi keefektifan regimen.
12)    Libatkan orang terdekatdalam program pengajaran. Menyediakan intruksi tertulis/ materi pengajaran
Rasional :   Memberikan sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah penghentian.
13)    Identifikasi sumber-sumber yang tersedia, misalnya layanan perawatan di rumah, kunjungan perawat, makanan pada kaki, terapi luar, nomor telepon untuk saling berhubungan dan bertanya.
Rasional :   Meningkatkan dukungan untuk pasien selama periode penyembuhan dan memberikan evaluasi tambahan pada kebutuhan yang sedang berjalan/ perhatian baru.


Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Catatan Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. 2013
Carpenito, Lynda Jual. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. Edisi VI. EGC. 2013
Doenges, Marlyn E. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. Edisi 3. EGC. 2000
Diyono dkk. Keperawatan medical bedah sistem pencernaan. Jakarta. Kencana. 2013
Gruendeman, Barbara J dkk. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Jakarta. Volume 1. EGC. 2006
Hidayat, Aziz Alimul. Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta. EGC. 2002
Jitowiyono, sugeng dkk. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta. Nuha Medika. 2010
Kusnanto. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta. EGC. 2004
Muttaqin Arif & Sari Kumala. Gangguan Gastrointestinal. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Salemba Medika. 2011
NANDA Internasional. Diagnosis keperawatan. Jakarta. EGC. 2009 - 2011
Nursalam. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta. Edisi 2. Salemba Medika. 2008
Nurjannah, Intansari. Aplikasi Proses Keperawatan. Jakarta. Mocomedika. 2005
Price dan Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta. Edisi 6, Volume 2. EGC. 2009
Santoso, Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta. Prima Medika. 2006
Smeltzer dan Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Edisi 8 Volume 1. EGC. 2002
. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Edisi 8 Volume 2. EGC. 2002
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta. Edisi 3. EGC. 2006
Woro R, Anna MS, Sulistyowati T, Suharyanto FX, dan Zainal N. Riset kesehatan Diambil pada tanggal 18 Juli 2014 dari http://depkes.go.id/downloards/rikesdas 2013 hasil% 20 Rikesdas% 2013. pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar