Asuhan
Keperawatan pada Hemoroid
A.
Konsep
Dasar Medis
1.
Definisi
Hemoroid adalah
pembesaran vena (varises) dari pleksus venosis hemoroidalis yang diketemukan
pada anal kanal (Diyono dan Mulyanti, 2013).
Hemoroid adalah
bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi
pada usia 50 tahun, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan
luasnya vena yang terkena (Smeltzer dan Bare, 2002).
Hemoroid atau
“wasir” merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi menjadi dua jenis
yaitu, hemoroid internal dan hemoroid eksterna. Hemoroid internal merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna
merupakan varises vena hemoroidalis inferior (Price dan Wilson, 2002).
Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah peradangan atau
pembengkakan yang terjadi pada daerah anus.
2.
Etiologi
Penyebab hemoroid dapat di
klasifikasikan sebagai berikut :
a. Peningkatan
tekanan intra abdomen. Misalnya: kegemukan, kehamilan konstipasi.
b. Komplikasi
dari penyakit cirhoris hepatis.
c. Terlalu
banyak duduk
d. Tumor
abdomen/ pelvis
e. Mengejan
saat BAB
f. Hipertensi
portal
g. Usia
tua
h. Konstipasi
kronik
i. Diare
kronik atau diare yang belebihan
j. Kurang
minum air
k. Kurang
makan makanan berserat (sayur dan buah)
l. Kurang
olahraga/ imobilisasi
3.
Patofisiologi
Prolaps
dapat disebabkan oleh spasme pada sfingter internal sebagai akibat dari
peningkatan tekanan yang mendorong benjolan melalui sfingter internal dan dalam
waktu saat benjolan terdorong keluar.
Komplikasi
yang berhubungan dengan hemoroid internal meliputi perdarahan, prolapsus, dan
thrombus. Hemoroid yang tersusun dari jurusan vaskular spor, menimbulkan
perdarahan. Darah tersebut tampak pada WC duduk dan tisu toilet atau permukaan
tempat duduk. Kekurangan zat besi sebagai akibat dari anemia dapat berkembang
jika darah berkurang dalam periode waktu lama.
Trombosis
dalam hemoroid eksternal sebagai akibat pembekuan darah dalam vena hemoroid.
Thrombosis ini berhubungan dengan pengangkatan beban berat, mengejan. Klien
yang nyeri hebat secara tiba-tiba pada anusnya, tingkat nyeri akan meningkat
apabila klien duduk saat defekasi. Itu biasanya tidak tampak dalam waktu
seminggu. Trombosis pada hemoroid eksternal selalu di ikuti oleh prolaps
trombosis hemoroid internal. Jika pembekuan darah pada permukaan kulit maka
dapat menimbulkan ulserasi.
4.
Klasifikasi
Hemoroid di klasifikasikan menjadi
hemoroid eksterna dan interna.
Gambar 1 klasifikasi hemoroid
a. Hemoroid
eksterna
Pembesaran vena rektalis inferior yang terletak di bawah
linea dinata dan di tutup epitel gepeng, anoderm serta kulit peranal.
Ciri-cirinya :
1)
Nyeri sekali akibat
peradangan
2)
Edema akibat thrombosis
3)
Nyeri yang semakin
bertambah
b. Hemoroid
interna
Pembesaran vena
yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan media yang timbul atas
lenia dinata dan dilapisi oleh mukosa.
Hemoroid interna
dibagi menjadi empat derajat :
Gambar 2 derajat hemoroid
1) Derajat
I
Dilatasi pleksus
hemoroid superior yang tidak mengalami prolaps dan hanya terdapat luka kecil
yang masuk pada anak kanal.
2) Derajat
II
Pada waktu gerak,
benjolan keluar (prolaps) dan waktu selesai berak, masuk sendiri tanpa di
dorong dengan jari/ secara spontan.
3) Derajat
III
Benjolan yang keluar
waktu berak tidak dapat masuk sendiri tanpa di dorong dengan jari/ secara
manual.
4) Derajat
IV
Benjolan mengalami
inkarserasi dan tidak dapat di dorong masuk ke anus
5.
Manifestasi
Klinis
a. Gangguan
pada anus: nyeri, konstipasi, pendarahan.
b. Benjolan
pada anus yang menetap pada hemoroid eksternal sedangkan pada hemoroid internal
benjolan tanpa prolaps mukosa dan keduanya sesuai dengan gradasinya.
c. Dapat
terjadi anemia bila hemorid mengalami perdarahan kronis.
d. Perdarahan
peranus waktu gerak yang berupa darah merah segar yang menetes/ mengucur tanpa
rasa nyeri.
e. Bila
terdapat bekuan darah pada saat gerak maka dapat menyebabkan infeksi dan
menimbulkan rasa nyeri.
f. Rasa
gatal dan nyeri
g. Perdarahan
berwarna merah terang pada saat BAB
h. Pada
hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan adema yang
disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga dapat
menimbulkan iskemia dan nekrosa pada area tersebut
6.
Pemeriksaan
Diagnostik
a. Inspeksi
Kemungkinan
tidak di temukan apa-apa, mungkin terlihat benjolan hemoroid internal/ eksternal
yang prolaps.
b. Pemeriksaan
rektal secara langsung
Mengetahui
adalah bunyi pada sfingter internal dan biasanya pada laki-laki muda terdapat
bunyi yang cepat.
c. Colok
dubur
Tidak di
ketemukan benjolan kecuali sudah terjadi thrombus, pemeriksaan ini harus
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan/ penyakit lain.
d.
Anoscopy
Pemeriksaan
untuk mengetahui adakah terjadi pergeseran pada organ dalam dibagian bawah yang
menyebabkan hemoroid.
e. Sigmordscopy
dan barium enema
Pemeriksaan pada
usus/ kolon sigmoid untuk mengetahui adakah kanker atau inflamasi. Pemeriksaan ini
penting terutama pada klien umur > 40 tahun
f.
Proktoscopy
Pemeriksaan
untuk melihat lokasi hemoroid internal yang ada pada tiga tempat utama.
7.
Penatalaksanaan
Hemoroid eksternal
Pada
hemoroid ini bila sudah mengalami thrombus dapat dilakukan hemoroidektomi.
a. Hemoroid
internal
1)
Derajat I : Konservatif dengan diet berserat dan
laxantia ringan.
2)
Derajat II : Konservatif.
3)
Derajat III :
Operatif/ hemoroidektomy
a)
Soliter : cara langenbeck
b)
Jam 3,7,1 : cara miligan morgan
c)
Sirkuler : cara whileheat
4)
Derajat IV : Operatif, cara whileheat
b. Pengobatan
konservatif
1) Laxantia
2) Bedres
dilakukan bila nyeri mengganggu aktifitas.
3) Hindari
konstipasi dengan diet tinggi serat, minum banyak, makan buah-buahan.
4) Rendaman
duduk
a) Rendaman
dilakukan setelah mandi dengan air hangat kurang lebih 15-20 menit.
b) Rendaman
sebaiknya dilakukan setelah BAB
c) Tujuan
mengurangi nyeri, merangsang sirkulasi darah, reabsorpsi edema, desinfektan, membersikan
luka.
5) Operatif
a) Rugger
band ligation: dengan bantuan alat anascopy.
b) Cryosurgical
hemoroidektomy jarang di lakukan kalau penyembuhan luka lama.
c) Lasettherapi
dilakukan pada hemoroid eksternal.
d) Sifat
cepat dan tidak nyeri.
8.
Komplikasi
a.
Perdarahan. Bila deras
dan banyak/ akut dapat menjadi syok hipovolemik, sedangkan perdarahan kronis
dapat menyebabkan anemia.
b.
Inkarserasi dapat
berkembang yang kemudian mengalami iritasi dan infeksi sehingga dapat terjadi
sepsis.
B.
Konsep
Dasar Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah
bantuan, bimbingan, bimbingan penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang diberikan
oleh seorang perawat untuk klien. Asuhan keperawatan merupakan faktor penting
dalam survei klien dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi dan preventif perawat
kesehatan (Doenges, 2000).
Ilmu keperawatan didasarkan
pada suatu teori yang sangat luas. Proses keperawatan adalah metode dimana
suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini dapat disebut
sebagai suatu pendekatan untuk memecahkan masalah (problem-solving) yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan
interpersonal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan
masyarakat. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang berurutan dan
saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Tahap-tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual
problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nursalam, 2008).
Proses keperawatan merupakan
suatu metode bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Proses keperawatan bukan hanya sekedar pendekatan sistematik dan terorganisir
melalui lima langkah dalam mengenali masalah-masalah klien, namun merupakan
suatu metode pemecahan masalah (problem solving) baik secara episodik maupun
secara linear sehingga masalah dapat teridentifikasi dengan baik dan tepat (dengan
cara pengkajian), kemudian dapat dirumuskan diagnosa keperawatannya, dan cara
pemecahan masalahnya, oleh karena itu proses keperawatan selalu diikuti dengan
pemecahan masalah (Nurjannah, 2005).
1.
Pengkajian
Adapun data dasar pengkajian
yang di temukan pada klien dengan preoperatif menurut Doenges (2000) adalah :
a.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat
masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vaskular perifer, atau stasis
vaskular (peningkatan resiko pembentukan tronbus)
b.
Integritas ego
Gejala :
Perasaan cemas, takut, marah, apati. Faktor-faktor stress multipel, misalnya
finansial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : Tidak dapat beristirahat, peningkatan
ketegangan/ peka rangsang. Stimulasi
simpatis.
c.
Makanan/ cairan
Gejala : Insufisiensi
pankreas/ DM (prediposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis). Malnutrisi (termasuk
obesitas). Membran mukosa yang kering (pembatasan pemasukan/ periode puasa
praoperasi).
d.
Pernafasan
Gejala :
Infeksi, kondisi yang kronis/ batuk, merokok.
e.
Keamanan
Gejala :
Alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. Defisiensi
imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan). Munculnya
kanker/ terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan/ reaksi
anestesi. Riwayat penyakit hepatik (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan
dapat mengubah koagulasi). Riwayat transfusi darah/ reaksi tranfusi.
Tanda :
Munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
f.
Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Penggunaan
antikoagulasi, steroid, antibiotik, antihipertensi, kardiotonik glikosid,
antidisritmia, bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgetik, antiinflamasi,
antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alkohol (resiko dan kerusakan ginjal yang mempengaruhi
koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri
pascaoperasi)
3.
Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan
Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang sering di jumpai pada klien dengan
Pascaoperasi adalah:
a.
Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/ kognitif.
Peningkatan ekspansi paru, energi. Obstruksi trakeobronkial.
b.
Perubahan sensori/ persepsi :
perubahan proses piker berhubungan dengan perubahan kimia : penggunaan
obat-obatan farmasi, hipoksia. Lingkungan terapeutik yang terbatas : stimulus
sensori yang berlebihan. Stress fisiologi.
c.
Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara
oral (proses penyakit/ prosedur medis/ adanya rasa mual). Hilangnya cairan
tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti
muntah. Pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan
pembekuaan darah. Usia dan berat badan yang belebihan.
d.
Nyeri akut berhubungan dengan
gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot, trauma musculoskeletal/ tulang.
e.
Kerusakan integritas kulit/ jaringan
berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi,
efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status
metabolis.
f.
Resiko tinggi terhadap
perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri.
Hipervolemik.
g.
Kurang pengetahuan tentang
kondisi/ situasi, prognosis, kebutahan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber
informasi. Keterbatasan kognitif.
4.
Perencanaan
Perencanaan adalah tahap ke tiga dari proses
keperawatan, yang dimulai setelah data-data yang terkumpul sudah dianalisa.
Dari diagnosa keperawatan yang di susun di atas, berikut rencana keperawatan
yang dilakukan pada pasien dengan pascaoperasi berdasarkan diagnosa yang telah
di tentukan adalah sebagai berikut:
a. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan
perseptual/ kognitif. Peningkatan ekspansi paru, energi. Obstruksi
trakeobronkial.
Tujuan : Tidak
terjadi perubahan pada frekuensi pernapasan
Kriteria
hasil : Menetapkan
pola nafas yang normal/ efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda
hipoksia lainnya.
Intervensi
dan Rasional
1)
Pertahankan jalan udara
pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal
oral.
Rasional : Mencegah obstruksi
jalan nafas
2)
Auskultasi suara nafas.
Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow,
dan kehilangan setelah skstubasi.
Rasional
: Kurangnya suara nafas adalah indikasi
adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah
posisi ataupun penghisapan. Berkurangnya suara pernafasan diperkirakan telah
terjadinya atelektasis. Suara mengi menunjukkan adanya spasme bronkus, dimana
suara crowg dan diam menggambarkan
spasme laring parsial sampai total.
3)
Observasi frekuensi dan
kedalaman pernafasan, pemakaian otot-otot bantu pernafasan, perluasan rongga
dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara
Rasional : Dilakukan untuk
memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.
4)
Pantau tanda-tanda vital
secara terus-menerus.
Rasional : Meningkatnya pernafasan, takikardia, dan bradikardi
menunjukkan kemungkinan terjadinya hipoksia.
5)
Letakkan pasien pada posisi
yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan.
Rasional : Elevasi
kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi
yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan
tekanan pada diafragma.
6)
Observasi pengembalian fungsi
otot, terutama otot-otot pernafasan.
Rasional
: Setelah pemberian obat-obat relaksasi
otot selama masa intraoperatif, penegembalian fungsi otot pertama kali terjadi
pada diafragma, otot-otot interkostal, dan laring yang akan diikuti dengan
relaksasi kelompok otot-otot utama seperti leher, bahu, dan otot-otot
abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot-otot berukuran sedang seperti lidah,
faring, otot-otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan
jari-jari tangan.
7)
Lakukan latihan gerak segera
mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada periode pascaoperasi.
Rasional : Ventilasi
dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, meningkatkan
pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi, batuk membantu pengeluaran sekresi
dari sistem pernafasan.
8)
Observasi terjadinya somnolen
yang berlebihan.
Rasional : Induksi narkotik akan menyebabkan terjadinya
depresi pernafasan atau menekan relaksasi otot-otot dalam system pernafasan.
Kedua hal ini mungkin terjadi dan membentuk siklus yang memberikan pola depresi
dan keadaan darurat kembali. Selain itu, pentotal diabsorpsi dalam jaringan
lemak dan adanya pergerakan sirkulasi, obat-obatan ini dapat terdistribusi
kembali melalui aliran darah.
9)
Lakukan penghisapan lendir
jika diperlukan.
Rasional : Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena
adanya darah atau mukus dalam tenggorokan atau trakea.
10) Berikan
tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : Dilakukan
untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh
Hb yang menggantikan tempat gas anestesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut
melalui zat-zat inhalasi.
11) Berikan
obat-obat IV seperti Nalokson (Narkan) atau Doksapram (Dopram).
Rasional
: Narkam akan mengubah induksi narkotik
yang menekan susunan saraf pusat dan dopram menstimulasi gerakan otot-otot
pernafasan. Kedua obat ini bekerja secara alami dalam siklus dan depresi
pernafasan mungkin akan terjadi kembali.
12) Berikan/
pertahankan alat bantu pernafasan (ventilator).
Rasional : Dilakukan tergantung pada penyebab depresi
pernafasan atau jenis pembedahan (pembedahan paru, abdominal yang luas,
jantung) selang endotrakeal mungkin tetap pada tempat dan penggunaan mesin
bantu pernafasan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu.
13) Bantu
dalam menggunakan alat bantu pernafasan lainnya seperti spirometri insentif,
balon.
Rasional : Latihan
pernafasan maksimal akan menurunkan terjadinya atelektasis dan infeksi.
b. Perubahan
sensori/ persepsi: perubahan proses piker berhubungan dengan perubahan kimia:
penggunaan obat-obatan farmasi, hipoksia. Lingkungan terapeutik yang terbatas:
stimulus sensori yang berlebihan. Stress fisiologi.
Tujuan : Tidak
terjadi gangguan kemampuan berkonsentrasi
Kriteria
hasil : Meningkatkan
tingkat kesadaran. Mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan
sesuai kebutuhan.
Intervensi dan Rasional
1)
Orientasikan kembali pasien
secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh anestesi, nyatakan bahwa
operasi telah selesai dilakukan.
Rasional : Karena pasien telah meningkat kesadarannya,
maka dukungan dan jaminan akan membantu menghilangkan ansietas.
2)
Bicara pada pasien dengan
suara yang jelas dan normal tanpa membentak, sadar penuh akan apa yang
diucapkan. Minimalkan diskusi yang bersifat negatif dalam jangkauan pendengaran
pasien (misal, masalah-masalah personal atau masalah pasien). Jelaskan prosedur
yang akan dilakukan, meskipun pasien belum pulih secara penuh.
Rasional : Tidak
dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori pendengaran
merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih, oleh karena itu sangatlah
penting untuk tidak mengatakan sesuatu yang mungkin menimbulkan kesalahan
interpretasi. Berikan informasi-informasi yang membantu pasien dalam
meningkatkan rasa percaya diri dan dalam persiapan untuk melakukan aktivitas.
3)
Evaluasi sensasi/ pergerakan
ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.
Rasional : Pengembalian fungsi setelah dilkukan
blok saraf spinal atau lokal yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang
digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.
4)
Gunakan bantalan pada tepi
tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
Rasional : Berikan
keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya cedera pada
kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama masa
disorentasi.
5)
Periksa aliran infus, selang endotrakeal,
kateter, bila dipasang dan pastikan kepatenannya.
Rasional : Pada
pasien yang mengalami disorentasi, mungkin akan terjadi bendungan pada aliran
infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, dan tertekuk.
6)
Pertahankan lingkungan yang
tenang dan nyaman.
Rasional : Stimulus
eksternal seperti suara bising, cahaya, sentuhan mungkin menyebabkan abrasi
psikis ketika terjadi disosiasi obat-obatan anestesi yang telah diberikan (misal,
obat kemarin)
7)
Observasi akan adanya
halusinasi, dilusi, depresi, atau keadaan yang berlebihan.
Rasional : Keadaan-keadaan
ini mungkin mengikuti trauma dan mengindikasi adanya keadaan delirium. Pada
pasien yang meminum alkohol secara berlebihan diperkirakan akan mengalami
delirium yang hebat.
8)
Kaji kembali pengembalian kemampuan
sensorik dan proses berpikir untuk persiapan pulang sesuai indikasi.
Rasional : Pasien
yang mengalami pembedahan dan telah melakukan ambulasi harus dapat merawat
dirinya sendiri dengan bantuan orang yang dekat untuk mencegah terjadinya
perlukaan setelah pulang.
9)
Pertahankan untuk tinggal di
dalam ruang pascaoperasi sebelum pulang.
Rasional : Masa
disorentasi mungkin timbul dan orang yang dekat dengan pasien mungkin tidak
akan dapat menolong pasien apabila ini terjadi setelah pulang.
c. Resiko tinggi
terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur medis/ adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara
tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.
Pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuaan
darah. Usia dan berat badan yang belebihan.
Tujuan : Kekurangan
volume cairan tidak terjadi
Kriteria
hasil : Mendemontrasikan
keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukkan dengan adanya
tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik,
turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine individu yang
sesuai.
Intervensi dan Rasional
1)
Ukur dan catat pemasukan dan
pengeluaran (termasuk pengeluaran cairan gastrointestinal). Tinjau ulang
catatan intraoperasi.
Rasional : Dokumentasi
yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/ penggantian
dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2)
Kaji pengeluaran urinarius,
terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
Rasional : Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan
setelah prosedur pada sistem genitourinarius dan/ atau struktur yang berdekatan
(misal, ureteroplasti, ureterolitotomi, histerektomi abdominal ataupun
vaginal), mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi system urinarius.
3)
Berikan bantuan pengukuran
berkemih sesuai kebutuhan, misalnya privasi, posisi duduk, air yang mengalir
dalam bak, mengalirkan air hangat diatas perineum.
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan
memudahkan upaya pengososngan.
4)
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hipotensi,
takikardia, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan cairan, misal,
dehidrasi, hipovolemia
5)
Catat munculnya mual/ muntah,
riwayat pasien mabuk perjalanan.
Rasional : Wanita, pasien
dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk perjalanan
penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pascaoperasi.
Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin besar resiko untuk mual.
Catatan : mual yang terjadi selama 12 sampai 24 jam pascaoperasi umumnya
dihubungkan dengan anestesi (termasuk anestesi regional). Mual yang bertahan
lebih dari 3 hari pascaoperasi mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik
untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat-obatan lainnya.
6)
Periksa pembalut, alat drein
pada interval regular. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/ hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan formasi
hematoma/ perdarahan. Catatan : perdarahan ke dalam rongga (misalnya
retroperitoneal) mungkin tersembunyi dan hanya terdiagnosa melalui depresi
tanda-tanda vital, laporan pasien akan sensasi tekanan pada daerah yang
terpengaruh.
7)
Pantau suhu kulit, palpasi
denyut perifer.
Rasional : Kulit yang lembab/ dingin, denyut
yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk
penggantian cairan tambahan.
8)
Berikan cairan parenteral,
produksi darah dan plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV
jika diperlukan.
Rasional : Gantikan
kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidakseimbangan
elektrolit, dehidrasi, pingsan kardiovaskuler. Catatan : pada awalnya mungkin
dibutuhkan peningkatan volume untuk mendukung volume sirkulasi/ mencegah
hipotensi karena penurunan tonus vasomotor akan mengikuti pemberian fluothane.
9)
Pasang kateter urinarius
dengan atau tanpa urimeter sesuai kebutuhan.
Rasional : Memberikan
mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius secara akurat.
10) Berikan
kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk.
Rasional : Pemasukan
oral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
11) Berikan
antiemetik sesuai kebutuhan.
Rasional : Menghilangkan
mual/ muntah, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pemasukan, membantu
kehilangan cairan. Catatan : Naloxon (narkan) mungkin akan menyebabkan mual
yang dihubungkan dengan penggunaan zat-zat anestesi regional, misal, Duramorp,
Sublimas.
12) Pantau
studi laboratorium, misalnya Hb, Ht. Bandingkan studi darah praoperasi dan
pascaoperasi.
Rasional : Indikator
hidrasi/ volume sirkulasi. Anemia praoperasi dan Ht yang rendah dikombinasikan
dengan kehilangan cairan yang tidak digantikan pada masa intraoperasi akan
memperburuk potensial defisit.
d. Nyeri
akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot,
trauma muskuloskeletal/ tulang.
Tujuan : Melaporkan
rasa nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria Hasil : Mengatakan
bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan. Tampak santai, dapat
beristirahat/ tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi dan Rasional
1)
Catat umur dan berat pasien,
masalah medis/ psikologis yang muncul kembali, sensitivitas idiosinkratik
analgesik dan proses intraoperasi (misal, ukuran/ lokasi insisi, penggantian
saluran, zat-zat anestesi) yang digunakan.
Rasional : Pendekatan
pada manajemen rasa sakit pascaoperasi berdasarkan kepada faktor-faktor variasi
multipel
2)
Ulangi rekaman intraoperasi/ ruang
penyembuhan untuk tipe anestesi dan medikal yang diperikan sebelumnya.
Rasional : Munculnya
narkotik dan droperidol pada sistem dapat menyebabkan analgesia narkotik dimana
pasien dibius dengan Fluothane dan Ethrane yang tidak memilki efek analgesik
residual. Selain itu, intraoperasi blok regional/ lokal memiliki berbagai
durasi, misalnya 1-2 jam untuk regional atau 2-6 jam untuk lokal.
3)
Evaluasi rasa sakit secara
regular (misal, setiap 2 jam x 12) catat karakteristik, lokasi dan intensitas
(skala 0-10).
Rasional : Sediakan
informasi mengenai kebutuhan atau/ efektivitas intervensi. Catatan: sakit
kepala frontal dan/ atau oksipital mungkin berkembang dalam 24-72 jam yang
mengikuti anestesi spinal, mengaharuskan posisi telentang, peningkatan
pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli anestesi.
4)
Catat munculnya rasa cemas/ takut
dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapan untuk prosedur.
Rasional : Perhatikan hal-hal yang tidak diketahui (misal,
hasil biopsi) dan persiapan inadekuat (misal, apendektomi darurat) dapat
memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit.
5)
Kaji tanda-tanda vital,
perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan parnapasan, bahkan jika
pasien menyangkal adanya rasa sakit.
Rasional : Dapat
mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan. Catatan: sebagian pasien
mungkin mengalami sedikit penurunan tekanan darah, yang akan kembali kedalam
jangkauan normal setelah rasa sakit berhasil dihilangkan
6)
Kaji penyebab ketidaknyamanan
yang mungkin selain dari prosedur operasi.
Rasional : Ketidaknyamanan
mungkin disebabkan/ diperburuk dengan penekanan pada kateterindwelling yang
tidak tetap, selang NG, jalur parenteral (sakit kandung kemih, akumulasi cairan
dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi)
7)
Berikan informasi mengenai
sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
Rasional : Pahami
penyebab ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin
dapat bertahan sampai 48 jam) pascaoperasi, sakit kepala sinus yang
diasosiasikan dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional.
Catatan: parestesia bagian-bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf.
Gejala-gejala mungkin bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan-bulan dan
membutuhkan evaluasi tambahan.
8)
Lakukan reposisi sesuai
petunjuk, misalnya semi fowler, miring.
Rasional : Mungkin mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan sirkulasi. Posisi semi fowler dapat mengurangi tegangan otot
abdominal dan otot-otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi tekanan
dorsal.
9)
Dorong penggunaan teknik
relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
Rasional : Lepaskan tegangan emosional dan
otot, tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan
koping.
10) Berikan
perawatan oral regular.
Rasional : Mengurangi
ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering pada zat-zat
anestesi, restriksi oral.
11) Observasi
efek analgesik.
Rasional : Respirasi
mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek
sinergistik dengan zat-zat anestesi.
12) Analgesik
IV (setelah mengulangi catatan anestesi untuk kontraindikasi dan munculnya
zat-zat yang dapat menyebabkan analbesia), menyediakan analgesia setiap saat
dengan dosis penyelamat yang intermiten.
Rasional : Analgesik
IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang
lebih efektif dengan obat dosis kecil. Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama
dan keefektifannya bergantung kepada tingkat dan absorpsi sirkulasi. Catatan:
dosis narkotik harus dikurangi seperempat atau sepertiga setelah penggunaan
innovar atau inapsin untuk mencegah perpanjangan tranquilasi selama 10 jam
pertama pascaoperasi. Penelitian terbaru akan mendukung kebutuhan untuk
memberikan analgesik setiap saat dari pada dalam rangka untuk mencegah, dari
pada mengobati rasa sakit.
13) Analgesik
pasien dikontrol (ADP).
Rasional : Penggunaan
ADP mengharuskan intruksi secara detail pada metode penggunaannya dan harus
dipantau secara ketat namun dianggap sangat efektif dalam mengatasi rasa sakit
pascaoperasi dengan jumlah narkotik yang lebih sedikit.
14) Anestesi
lokal, misalnya blok epidural.
Rasional : Analgesik
mungkin diinjeksikan kedalam lokasi operasi atau saraf ke lokasi yang mungkin
tetap terlindung pada pascaoperasi yang segera untuk mencegah rasa sakit.
e. Kerusakan
integritas kulit/ jaringan berhubungan
dengan interupsi mekanis pada kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi, efek-efek
yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.
Tujuan : Tidak
terjadi perubahan pada permukaan/ lapiasan kulit.
Kriteria Hasil : Mencapai penyembuhan luka. Mendemonstrasikan tingkah laku/ teknik
untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi dan Rasional
1)
Beri penguatan pada balutan
awal/ penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat.
Rasional : Lindungi
luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang
dapat menyebabkan akskoriasi
2)
Secara hati-hati lepaskan
perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu mengganti.
Rasional : Mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan
pada luka.
3)
Gunakan sealant/ barier kulit
sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus/ silk (hipoalergik
atau perekat Montgoumery/ elastik untuk membalut luka yang membutuhkan
pergantian balutan yang sering).
Rasional : Menurunkan
resiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan memberikan perlindungan tambahan
untuk kulit atau jaringan yang halus
4)
Periksa tegangan balutan.
Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar dari balutan luka. Hindari
menutup pada seluruh ekstremitas.
Rasional : Dapat
mengganggu atau membendung sirkulasi pada luka sekaligus bagian distal dari
ekstremitas.
5)
Periksa luka secara teratur,
catat karakteristik dan integritas kulit.
Rasional : Pengenalan
akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka/ berkembangnya komplikasi secara
dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius.
6)
Kaji jumlah dan karakteristik
cairan luka.
Rasional : Menurunnya
cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan, apabila pengeluaran
cairan terus menerus atau adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya
komplikasi (misalnya pembentukan fistula, perdarahan, infeksi).
7)
Pertahankan ketepatan saluran
pengeluaran cairan, berikan kantong penampung cairan pada drain/ insisi yang
mengalami pengeluaran cairan yang berbau.
Rasional : Fasilitasi
letak kantong dekat luka, menurunkan resiko terjadinya infeksi dan kecelakaan
secara kimiawi pada jaringan/ kulit.
8)
Tingkatkan daerah yang
dioperasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Meningkatkan
pengembalian aliran vena dan menurunkan pembentukan edema. Catatan:
meningkatkan daerah yang mengalami insufisiensi pada vena mungkin menyebabkan
kerusakan.
9)
Tekan areal atau insisi
abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama batuk atau bergerak.
Rasional : Menetralisasi
tekanan pada luka, meminimalkan resiko terjadinya rupture/ dehisens.
10) Ingatkan
pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
Rasional : Mencegah kontaminasi luka.
11) Biarkan
terjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau tutup dengan kain
kasa tipis/ bantalan telfa sesuai kebutuhan
Rasional : Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi
proses penyembuhan luka. Pemberian cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah
iritasi bila tepi luka/ sutura bergesekan dengan pakaian linen.
12) Bersihkan
permukaan kulit dengan menggunakan hidrogen peroksida atau dengan air yang
mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup.
Rasional : Menurunkan
kontaminasi kulit, membantu dalam membersihkan eksudat
13) Berikan
es pada daerah luka jika dibutuhkan
Rasional : Menurunkan
pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat
diidentifikasi pada luka selama periode pascaoperasi tertentu.
14) Gunakan
korset pada abdominal bila dibutuhkan
Rasional : Memberi
pengencangan tambahan pada insisi yang beresiko tinggi (misalnya pada pasien
yang obesitas)
15) Irigasi
luka, bantu dengan melakukan debridemen sesuai kebutuhan.
Rasional : Membuang
jaringan nekrotik/ luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
f. Resiko
tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran
vena, arteri. Hipervolemik.
Tujuan : Perubahan
perfusi jaringan tidak terjadi
Kriteria Hasil : Mendemontrasikan
adanya pefrusi jaringan yang adekuat dengan
tanda-tanda vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit
hangat/ kering, kesadaran normal, dan pengeluaran urinarius individu sesuai.
Intervensi dan Rasional
1)
Ubah posisi secara perlahan
di tempat tidur dan pada saat pemindahan (terutama pada pasien yang mendapatkan
obat anestesi Fluothane)
Rasional : Mekanisme
vasokontriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi.
2)
Bantu latihan rentang gerak,
meliputi latihan aktif kaki dan lutut.
Rasional : Menstimulasi
sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis sehingga menurunkan
resiko pembentukan trombus.
3)
Bantu dengan ambulasi awal.
Rasional : Meningkatkan sikulasi dan
mengembalikan fungsi normal organ
4)
Cegah dengan menggunakan
bantal yang diletakkan di bawah lutut. Ingatkan pasien agar tidak menyilangkan
kaki atau duduk dengan kaki tergantung lama.
Rasional : Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis
yang menurunkan risiko tromboflebitis.
5)
Kaji ekstremitas bagian bawah
seperti adanya eritema, tanda human positif.
Rasional : Sirkulasi
mungkin harus dibatasi untuk beberapa posisi selama proses operasi, sementara
itu obat-obatan anestesi dan menurunnya aktivitas dapat mengganggu tonusitas
vasomotor, kemungkinan bendungan vaskular dan peningkatan resiko pembentukan trombus.
6)
Pantau tanda-tanda vital,
palpasi denyut nadi perifer, catat suhu/ warna kulit dan pengisian kapiler.
Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.
Rasional : Merupakan indikator dari volum dan fungsi organ/ perfusi jaringan yang
adekuat.
7)
Beri cairan IV/ produk-produk
darah sesuai kebutuhan.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi,
mendukung terjadinya perfusi jaringan.
8)
Berikan obat-obatan
antiembolik sesuai indikasi
Rasional :
Meningkatkan pengembalian aliran vena dan mencegah aliran vena statis
pada kaki untuk menurunkan resiko trombosis.
g. Kurang
pengetahuan tentang kondisi/ situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi. Tidak
mengenal sumber informasi. Keterbatasan kognitif.
Tujuan : Klien
dapat memahami tentang penyakitnya
Kriteria Hasil : Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur
dan pengobatan. Dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
dan ikut serta dalam program perawatan.
Intevensi dan Rasional :
1)
Tinjau ulang pembedahan/ prosedur
khusus yang dilakukan dan harapan masa depan.
Rasional : Sediakan pengetahuan dasar dimana
pasien dapat membuat pilihan.
2)
Tinjau ulang dan minta
pasien/ orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka/ balutan jika
diindikasikan. Identifikasi sumber-sumber untuk persediaan.
Rasional : Meningkatkan
kompetensi perewatan diri dan meningkatkan kemandirian.
3)
Tinjau ulang penghindaran
faktor-faktor resiko, misalnya pemajanan pada lingkungan/ orang yang
terinfeksi.
Rasional : Mengurangi potensial untuk infeksi yang
diperoleh
4)
Diskusikan terapi
obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesik yang dijual bebas.
Rasional : Meningkatkan
kerjasama dengan regimen, mengurangi resiko
Reaksi merugikan/ efek-efek yang tidak menguntungkan.
5)
Identifikasi keterbatasan
aktivitas khusus.
Rasional : Mencegah regangan yang tidak
diinginkan di lokasi operasi
6)
Rekomendasikan rencana/ latihan
progresif.
Rasional : Meningkatkan
pengembalian ke fungsi normal dan meningkatkan perasaan sehat.
7)
Jadwalkan periode istirahat adekuat
Rasional : Mencegah
kepenatan dan mengumpulkan energi untuk kesembuhan
8)
Ulangi pentingnya diet
nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional : Sediakan
elemen yang dibutuhkan untuk regenerasi/ penyembuhan jaringan dan mendukung
perfusi jaringan dan fungsi organ.
9)
Dorong penghentian merokok.
Rasional : Meningkatakan
resiko infeksi pulmonal. Menyebabkan vasokontriksi dan mengurangi kapasitas
penjepitan oksigen oleh darah, yang mengakibatkan perfusi selular dan potensial
penyimpangan penyembuhan.
10) Identifikasi
tanda-tanda dan gejala-gejala yang membutuhkan evaluasi medikal, misalnya mual/
muntah, kesulitan dalam berkemih, demam, drain luka yang berlanjut/ berbau,
pembengkakan insisional, eritema atau pemisahan tepi, karakteristik rasa sakit
yang tidak terpecahkan atau berubah.
Rasional : Pengenalan
awal dan pengobatan perkembangan komplikasi (misalnya ileus, retensi urinarius,
infeksi, penundaan penyembuhan) dapat mencegah perkembangan kearah situasi yang
lebih serius atau membahayakan jiwa.
11) Tekankan
pentingnya kunjungan lanjutan
Rasional : Memantau
perkembangan penyembuhan dan mengevaluasi keefektifan regimen.
12) Libatkan
orang terdekatdalam program pengajaran. Menyediakan intruksi tertulis/ materi
pengajaran
Rasional : Memberikan
sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah penghentian.
13) Identifikasi
sumber-sumber yang tersedia, misalnya layanan perawatan di rumah, kunjungan
perawat, makanan pada kaki, terapi luar, nomor telepon untuk saling berhubungan
dan bertanya.
Rasional : Meningkatkan
dukungan untuk pasien selama periode penyembuhan dan memberikan evaluasi
tambahan pada kebutuhan yang sedang berjalan/ perhatian baru.
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
Catatan Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. 2013
Carpenito,
Lynda Jual. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Jakarta. Edisi VI.
EGC. 2013
Doenges,
Marlyn E. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta. Edisi 3. EGC. 2000
Diyono
dkk. Keperawatan medical bedah sistem pencernaan.
Jakarta. Kencana. 2013
Gruendeman,
Barbara J dkk. Buku Ajar Keperawatan
Perioperatif. Jakarta. Volume 1. EGC. 2006
Hidayat,
Aziz Alimul. Dokumentasi Proses
Keperawatan. Jakarta. EGC. 2002
Jitowiyono,
sugeng dkk. Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Yogyakarta. Nuha Medika. 2010
Kusnanto.
Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta. EGC. 2004
Muttaqin
Arif & Sari Kumala. Gangguan
Gastrointestinal. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit
Salemba Medika. 2011
NANDA
Internasional. Diagnosis keperawatan.
Jakarta. EGC. 2009 - 2011
Nursalam.
Proses dan Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta. Edisi 2. Salemba Medika.
2008
Nurjannah,
Intansari. Aplikasi Proses Keperawatan.
Jakarta. Mocomedika. 2005
Price
dan Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses penyakit. Jakarta. Edisi 6, Volume 2. EGC. 2009
Santoso,
Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA.
Jakarta. Prima Medika. 2006
Smeltzer
dan Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta. Edisi 8 Volume 1.
EGC. 2002
. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Edisi 8 Volume 2. EGC. 2002
Syaifuddin.
Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta. Edisi 3. EGC. 2006
Woro R, Anna MS, Sulistyowati T, Suharyanto FX, dan Zainal N. Riset kesehatan Diambil pada tanggal 18
Juli 2014 dari http://depkes.go.id/downloards/rikesdas
2013 hasil% 20 Rikesdas% 2013. pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar