A.
Konsep
Dasar
1.
Pengertian
Luka
bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air, panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi; juga oleh kontak dengan suhu
rendah (frost bite) luka bakar dapat
mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi
maupun estetik. (Mansjoer, 2000).
Luka
bakar adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas ke tubuh, melalui hantaran maupun radiasi elektromagnetik. (Smeltzer,
2001).
Luka
bakar adalah lesi jaringan yang terjadi karena suhu yang tinggi. (markam,
2008).
Dari
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah luka
yang disebabkan oleh panas, bahan kimia, arus listrik yang mengenai lapisan
kulit sehingga mempengaruhi fungsi kulit.
2.
Etologi
a.
Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal
burn)
Agen
pencedera dapat berupa api, air panas, atau kontak dengan objek panas. Luka
bakar api berhubungan dengan asap/cidera inhalasi.
b.
Luka bakar bahan kimia
(Hemical burn)
Terjadi
dari tipe / kandungan agen pencedera, serta konsentrasi dan suhu agen
c.
Luka bakar sengatan
listrik ( Elektrikal burn)
Terjadi
dari tipe / voltase aliran yang menghasilkan proporsi panas untuk tahanan dan
mengirimkan jalan sedikit tahanan. Dasar cedera menjadi lebih berat dari cedera
yang terlihat.
3.
Derajat
Luka bakar
a.
Derajat I (luka bakar
superficial)
Luka
bakar hanya terdapat pada lapisan epidermis luka bakar derajat ini ditandai
dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7
hari.
a.
Derajat II (luka bakar
dermis)
Luka
bakar derajat II mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang
tersisa, seperti sel epitel basah, kelenjar sebasae, kelenjar keringat, dan
folikel rambut. dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh
sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saaf
didermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka
bakar superficial, karena adanya iritasi ujung saraf sensori. Timbul bula
berisi cairan dan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas
dinding meninggi. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:
1)
Derajat II dangkal,
dimana kerusakan mengenai sebagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan
dalam 10-14 hari.
2)
Derajat II dalam,
dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakan lebih
dalam mengenai dermis, subjektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih
lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.
a.
Derajat II (luka bakar
dermis)
Luka
bakar derajat II mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang
tersisa, seperti sel epitel basah, kelenjar sebasae, kelenjar keringat, dan
folikel rambut. dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh
sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saaf
didermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka
bakar superficial, karena adanya iritasi ujung saraf sensori. Timbul bula
berisi cairan dan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas
dinding meninggi. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:
1)
Derajat II dangkal,
dimana kerusakan mengenai sebagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan
dalam 10-14 hari.
2)
Derajat II dalam,
dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakan lebih
dalam mengenai dermis, subjektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih
lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.
a.
Derajat III
Luka
bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau
organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup
maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi
protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak
ada bula dan tidak nyeri.
1.
Klasifikasi
Luka Bakar
a.
Berat/kritis bila
1)
Derajat II dengan luas
lebih dari 25%
2)
Derajat III dengan luas
lebih dari 10%, atau terdapat di muka, kaki, dan tangan.
3)
luka bakar disertai
trauma jalan nafas atau jaringan lunak luas, atau fraktur
4)
luka bakar akibat
listrik
b.
Sedang bila.
1)
Derajat II dengan luas
15 sampai 25%
2)
Derjat III dengan luas
kurang dari 10%, kecuali muka, kaki dan tangan
c.
Ringan bila
1)
Derajat II dengan luas
kurang dari 15%
2)
Derajat III kurang dari
2%
Perhitungan
luas luka bakar antara lain berdasarkan rule of nine dari Wallace yaitu :
a.
Kepala dan leher : 9%
b.
Ekstremitas atas : 2x9%
(kiri dan kanan)
c.
Paha dan betis-kaki : 4x9%
(kiri dan kanan)
d.
Dada, perut, dan genetalia
: 1%
Total dari rumus rule of nine diatas
keseluruhan berjumlah 100% pada semua anggota tubuh. Rumus tersebut tidak
digunakan pada bayi dan anak-anak karena luas relatif permukaan kepala jauh
lebih besar dan relatif lebih kecil.
1.
Patofisiologi
Cidera
termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok,
yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut dan disfungsi serebal.
Kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal dan fase akut yang biasanya berlangsung
sampai 72 jam pertama. Kehilangan kulit sebagai pelindung tubuh membuat luka
mudah terinfeksi selain itu kehilangan kulit yang luas menyebabkan penguapan
jaringan tubuh yang berlebihan disertai dengan pengeluaran protein dan energi
sehingga terjadi gangguan metabolisme. (Mansjoer, 2000).
Setelah
mengalami luka bakar seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan atau
fase, yaitu:
a.
Fase akut
Disebut
sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita
akan berada dalam keadaan yang bersifat relative life thretining. Dalam fase
awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway), gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cidera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.
Cidera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada
fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang berawal pada
kondisi syok (terjadinya ketidak seimbangan antara pasokan O2 dan
tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaingan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan hiperdinamik.
b.
Fase Sub Akut
Berlangsung
setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi dapat menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah
penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju
epitel luas atau pada struktur atau organ-organ fungsional, keadaan
hipermetabolisme.
c.
Fase lanjut
Fase
lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi-fungsi organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertonik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
2.
Komplikasi
a.
Syok hipovolemik
b.
Masalah pernafasan
akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri, edema.
c.
Kekurangan cairan dan
elektrolit
d.
Hipermetabolisme
e.
Infeksi
f.
Gagal ginjal akut
g.
Paru dan emboli
h.
Sepsis
i.
Ileus paralitik
3.
Penatalaksanaan
Prinsip
penatalaksanaan luka bakar adalah penutupan lesi segera mungkin, pencegahan
infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital
dan elemen didalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.
Pada
saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari sumber
trauma. padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma bahan
kimia, siram kulit dengan air mengalir. proses koagulasi protein sel didalam
jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus walaaupun api telah di
padamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini
pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam daerah yang terbakar selama lima
belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka
bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan
selanjutnya adalah sebagai berikut:
a.
Lakukan resusitasi dengan
memperhatikan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
b.
Periksa jalan napas
Bila dijumpai obstruksi
jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas (suction dan
lainnya), bila diperlukan lakukan trakeostomi atau intubasi.
c.
Berikan oksigen
tambahan
d.
Pasang intravena line
untuk resusitasi cairan, berikan cairan Ringer Laktat untuk mengatasi syok.
e.
Pasang kateter
buli-bulu untuk pemantau diuresis.
f.
Pasang pemantau tekanan
vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk memantau sirkulasi darah, pada
luka bakar ekstensif.
g.
Periksa cedera seluruh
tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan
derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan
untuk resusitasi dapat ditentukan.
Dua cara yang lazim digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu;
1)
Cara evans, untuk
menghitung kebutuhan cairan hari pertama hitunglah:
Berat
badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
Berat
badan (kg) x %luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
2.000cc
glukosa 5% (3)
Hari
pertama : separuh dari jumlah (1), (2), dan (3) diberikan 8 jam pertama dan
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Hari
kedua : diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.
Hari
ketiga : diberi cairan setengah dari jumlah cairan hari kedua. Sebagai monitor
pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.
2)
Cara Baxter
Merupakan
cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada
hari pertama dihitung dengan rumus % luka bakar x BB (kg) x 4cc. separuh dari
jumlah cairan ini diberikan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan Ringer Laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan
setengah dari jumlah jumlah pemberian hari pertama.
A.
Asuhan
keperawatan
1.
Pengkajian
Menurut Doenges (2000), data dasar
pengkajian klien dengan luka bakar adalah
a.
Aktivitas/istirahat
Tanda : Penurunan
kekuatan, tahanan
Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
Gangguan massa otot, perubahan tonus.
b.
Sirkulasi
Tanda : Hipotensi
(syok)
Penurunan nadi perifer distal pada ekstermitas yang
cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin
(syok listrik).
Takikardi (syok/ansietas/nyeri)
Disritmia (syok listrik)
Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).
c.
Integritas Ego
Gejala : Masalah
tentang keluarga, pekerjaan, keuangan kececatan.
Tanda : Ansietas,
menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d.
Eliminasi
Tanda : Haluaran
urine menurun/tak ada selama fase darurat. Warna mungkin hitam kemerahan bila
terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam.
Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi).
Penurunan fungsi usus/tak ada, khususnya pada luka
bakar kutaneus lebih dari 20% sebagai stress penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
e.
Makanan atau cairan
Tanda : Edema
jaringan umum
Anoreksia, mual/muntah
f.
Neuro sensori
Gejala : Area
kebas, kesemutan
Tanda : Perubahan
orientasi, afek, perilaku
Penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas
Aktivitas kejang (syok listrik)
Laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik).
Ruptur membran timpani (syok listrik)
Paralisis (cedera listrik pada aliran saraf)
g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Berbagai
nyeri
h.
Pernapasan
Gejala : Terkurung
dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan cidera inhalasi)
Tanda : Serak,
batuk mengi, partikel karon dalam sputum, ketidak mampuan menelan sekresi oral,
dan sianosis, indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan thorak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada.
Jalan napas atas stridor/mengi
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, edema laringeal).
Bunyi nafas : gemercik(edema paru), stridor (edema
laringeal), sekret jalan napas dalam (ronki).
i.
Keamanan
Tanda : Kulit:
umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trombus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan
curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan atau status syok.
Kulit mungkin coklat kekuningan
dengan tekstur seperti kulit samak halus; lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan
parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
j.
Penyuluhan
/pembelajaran
Pertimbangan rencana
pemulangan
DRG
menunjukkan rata-rata lama dirawat: tergantung pada beratnya dan terlibatnya
system organ.
Memerlukan
bantuan untuk pengobatan, perawatan luka atau bahan, aktivitas perawatan diri,
tugas pemeliharaan rumah, transportasi, keuangan, konsul kejuruan, perubahan
susunan rumah atau fasilitas tempat tinggal selain itu rehabilitasi lama.
2.
Diagnosa
keperawatan
Menurt Doenges, diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien dengan luka bakar adalah:
a.
Resiko tinggi terhadap
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,
kompresi jalan nafas thoraks dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
b.
Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melului rute
abnormal (luka bakar).
c.
Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan kerusakan perlindungan kulit (jaringan traumatik).
d.
Gangguan rasa yaman;
Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan.
e.
Resiko tinggi terhadap
perubahan perfusi jaringan neurovaskuler berhubungan dengan penurunan aliran
darah arterial/vena
f.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik.
g.
Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan
kulit.
h.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan.
i.
Ansietas berhubungan
dengan perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi
j.
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan kejadian tramatik, kecacatan.
k.
Kurang pengetahuan
tentang kodisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajannya informasi.
3.
Perencanaan
keperawatan
Perencanaan
meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau
mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan dan
menyimpulkan rencana dokumentasi.
Langkah-langkah
perencanaan:
a.
Menentukan prioritas
masalah
Dalam menentukan perencanaan perlu
menyusun suatu perencanaan untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan
pertama kali. Salah satu system yang dapat dgunakan adalah hirarki kebutuhan
dasar manusia. Ada dua contoh hirarki yang bisa digunakan untuk menentukan
prioritas perencanaan yaitu hirarki “Maslow” dan hirarki “kalish”.
b.
Menentukan tujuan dan kriteria
hasil
Tujuan yang ditetapka harus sesuai
dengan “SMART” yaitu Specific
(khusus), Measurable (dapat diukur), Acceptable (dapat dicapai), Rasionable
(nyata), time (waktu).
Adapun perencanaan yang dilakukan pada
klien luka bakar menurut doenges dalam rencana asuhan keperawatan adalah:
a.
Resiko tinggi terhadap
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,
kompresi jalan nafas thoraks dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
Tujuan
: Bersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria
hasil : Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang
normal 16-20 kali per menit, tidak ada dispnea/sianosis.
Rencana
tindakan:
1)
Kaji riwayat cidera,
perhatikan adanya kondisi pernapasan sebelumnya.
Rasionalisasi :
Penyebab lama terpajan, terjadi dalam
ruang tertutup atau ruang terbuka mengindikasikan cedera inhalasi.
2)
Catat frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan, perhatikan adanya sianosis
Rasionalisasi
:
Takipnea
penggunaan otot bantu dan perubahan sputum menunjukkan distress
pernapasan/edema paru.
3) Auskultasi
paru, perhatikan adanya stridor, mengi, penurunan bunyi napas, batuk rejan.
Rasionalisasi
:
Obstruksi
jalan napas/distress pernapasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat.
4)
Perhatikan adanya pucat
atau warna buah ceri muda pada kulit yang cedera.
Rasionalisasi
:
Dugaan
adanya hipoksemia karbonmonoksida
5)
Tinggikan kepala tempat
tidur sesuai indikasi
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
ekspansi paru optimal/fungsi penafasan.
6)
Ajarkan/latih nafas
dalam
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
ekspansi paru, memobilisasi dan drainase secret.
7)
Tingkatkan istirahat
suara tapi kaji kemampuan untuk berbicara atau menelan secret oral secara periodik
Rasionalisasi
:
Peningkatan
secret atau peningkatan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema
trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
8)
Kolaborasi dalam
pemberian O2
Rasionalisasi
:
1)
Awasi GDA
Rasionalisasi
:
Data
dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk
pengobatan.
a.
Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melului rute
abnormal (luka bakar).
Tujuan
: Cairan dan elektrolit menjadi seimbang.
Kriteria
hasil : Membran mukosa lembab, tanda vital stabil
Rencana
tindakan:
1)
Kaji tanda vital, CVP,
perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Rasionalisasi :
Memberikan pedoman penggantian
cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
2)
Awasi haluaran dan
berat jenis urin, observasi warna dan hemates sesuai indikasi.
Rasionalisasi
:
Secara
umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran
urin 30-50 ml/jam (untuk dewasa). Dapat atau sampai hitam, pada kerusakan otot
masif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin.
3)
Perkirakan drainage luka
dan kehilangan yang tampak.
Rasionalisasi
:
Peningkatan
permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan
melalui evaporasi tetap mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urin.
4)
Catat jumlah dan tipe
pemasukan cairan
Rasionalisasi
:
Penggantian
massif/cepat dengan cairan berbeda dengan fluktuasi kecepatan pemberian
memerlukan tabulas ketat untuk mencegah ketidak seimbangan dan kelebihan
cairan.
5)
Awasi perubahan mental
Rasioalisasai
:
Penyimpangan
pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidakseimbangan volume sirkulasi/penurunan
perfusi serebral.
6)
Observasi distensi abdomen,hematemesis
dan feses hitam.
Rasionalisasi
:
Stress
(curling) ulkus terjadi setengah dari pasien dengan luka bakar berat.
7)
Kolaborasi dalam
pemasangan kateter
Rasionalisasi
:
Memungkinkan
observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah statis dan refluks urin.
8)
Kolaborasi untuk
pemasangan dan catat penggantian cairan IV elektrolit, plasma,albumin.
Rasionalisasi
:
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan
cairan/elektrolit dan mencegah komplikasi
b.
Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan kerusakan perlindungan kulit (jaringan traumatik).
Tujuan
: Infeksi tidak terjadi/terhindarkan
Kriteria
hasil : Penyembuhan luka tepat waktu, bebas dari eksudat dan tidak demam.
Rencana
tindakan
1)
Tempatkan pasien dengan
teknik isolasi sesuai indikasi
Rasionalisasi
:
Tergantung
tipe/luas dan isolasi menurunkan resiko kontaminasi
2)
Tekankan pentingnya mencuci
tangan
Rasionalisasi
:
Mencegah
kontaminasi silang dan menurunkan resiko infeksi.
3)
Gunakan skort, sarung
tangan, masker dan teknik aseptic selama perawatan luka.
Rasionalisasi :
Mencegah terpajan mikroorganisme
infeksius
4)
Awasi/batasi pengunjung
bila perlu. Jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung.
Rasionalisasi
:
Mencegah
kontaminasi silang dari pengunjung
5)
Periksa area yang tidak
terbakar secara rutin.
Rasionalisasi
:
Infeksi
oportunistik sering kali terjadi sehubungan dengan depresi imun.
6)
Berikan perawatan
khusus pada mata
Rasionalisasi
:
Mata
dapat membengkak atau menjadi terinfeksi drainase dan luka bakar disekitarnya.
7)
Ganti balutan dan
bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi.
Rasionalisasi
:
Air
melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut.
8)
Bersihkan jaringan
nekrotik yang lepas dengan guntina/forcep dan periksa luka tiap hari.
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
penyembuhan.
9)
Awasi tanda-tanda vital
Rasionalisasi
:
Indikator
sepsis memerlukan evaluasi cepat dan intervensi.
10) Kolaborasi
dalam pemberian antibiotic
Rasionalisasi
:
Pemberian
antibiotik berguna sebagai anti mikrobial.
c.
Gangguan rasa yaman;
Nyeri berhuungan dengan kerusakan kulit/jaringan.
Tujuan
: Rasa nyeri barkurang atau terkontrol
Kriteria
hasil : Klien dapat mengontrol rasa nyerinya, klien dapat beristirahat,ekspresi
wajah tampak rileks
Rencana
tindakan :
1)
Kaji tingkat nyeri,
perhatikan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10).
Rasionalisasi
:
Untuk
mengetahui derajat nyeri yang dirasakan oleh klien.
2)
Berikan tempat tidur
yang nyaman dan suhu lingkungan yang nyaman.
Rasionalisasi
:
Membantu
menurunkan nyeri, suhu yang panas dapat meningkatkan nyeri.
3)
Ubah posisi dengan
sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi.
Rasionalisasi
:
Gerakan
dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tergantung pada lokasi
dan area luka bakar.
4)
Lakukan penggantian
balutan debridement setelah klien diberi obat.
Rasionalisasi
:
Menurunkan
terjadi distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian dan debridement.
5)
Jelaskan
prosedur/berikan informasi yang sering dengan tepat.
Rasionalisasi
:
Dengan
empati dapat membantu menghilangkan nyeri/meningkatkan relaksasi.
6)
Berikan tindakan
kenyamanan dasar, misalnya pijatan pada area yang tidak sakit.
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kenyamanan umum.
7)
Koaborasi dalam
pemberian analgetik.
Rasionalisasi
:
Mengurangi/menghilangkan
rasa sakit.
d.
Resiko tinggi terhadap
perubahan perfusi jaringan neurovaskuler berhubungan dengan penurunan aliran
darah arterial/vena.
Tujuan
: Perfusi jaringan adekuat
Kriteria
hasil : Nadi perifer teraba dengan kualitas/kekuatan sama, pengisian kapiler
baik dan warna kulit normal pada area yang tidak cedera.
Rencana
tindakan:
1)
Kaji warna, sensasi, gerakan,
nadi perifer dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar, bandingkan
dengan yang tidak terkena.
Rasionalisasi
:
Pembentukan
edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah sehingga mempengaruhi sirkulasi
dan meningkaktkan status vena/edema
2)
Tinggikan ekstremitas
yang sakit dengan tepat.
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
sirkulasi sistemik/aliran balik vena dan dapat menurunkan edema.
3)
Dorong latihan rentang
gerak aktif pada bagian tubuh yang tidak sakit
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
sirkulasi lokal dan sistemik
4)
Selidiki nadi secara
teratur
Rasionalisasi
:
Disritmia
jantung dapat terjadi sebagai akibat perpindahan elektrolit, pengaruh pada
curah jantung/perfusi jantung.
5)
Pertahankan penggantian
caiaran
Rasionalisasi
:
Memaksimalkan
volume sirkulasi dan perfusi jaringan
6)
Kolaborasi untuk
pengawasan elektrolit, khususnya natrium, kalium dan kalsium.
Rasionalisasi
:
Kehilangan
elektrolit ini mempengaruhi membrane mukosa, sehingga mengubah konduksi
miokard, potensial resiko disritmia dan menurunkan curah jantung.
e.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik.
Tujuan : Kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Pemasukan
nutrisi adekuat, berat badan stabil, keseimbangan nitrogen positif dan
regenerasi jaringan.
Rencana indakan:
1)
Auskultasi bising usus,
perhatikan hipoaktif.
Rasionalisasi :
Ileus sering berhubungan
dengan periode pasca luka bakar.
2)
Pertahankan jumlah
kalori tetap, timbang BB tiap Hari
Rasionalisasi :
Pedoman tetap untuk
pemasukan kalori tepat. Sesuai dangan penyembuhan luka, presentase area luka
bakar untuk menghitung bentuk diet yang diberikan.
3)
Awasi massa otot/lemak
subkutan sesuai indikasi.
Rasionalisasi :
Mungkin berguna untuk
memperkirakan perbaikan tubuh/kehilangan dan keefektifan terapi.
4)
Beri makan dan makanan
kecil tapi sering.
Rasionalisasi :
Membantu mencegah
distensi gaster/ketidak nyamanan dan meninkatkan pemasukan.
5)
Pastikan makanan yang
disukai/tidak disukai
Rasionalisasi :
Dapat memperbaiki
pemasukan
6)
Berikan kebersihan oral
sebelum makan.
Rasionalisasi
:
Mulut yang bersih
meningkatkan rasa dan membantu nafsu makan.
7)
Kolaborasi dalam
pemberian TKTP
Rasionalisasi :
Kalori, protein dan
vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik,
mempertahankan BB dan mendorong regenerasi jaringan.
f.
Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan
kulit.
Tujuan : Terjadinya
regenerasi jaringan
Kriteria hasil :
Adanya regenerasi
jaringan
Penyembuhan tepat waktu
di area luka bakar
Rencana tindakan:
Pre operasi
1)
Kaji/catat
ukuran,warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrosis dan kondisi sekitar
luka.
Rasionalisasi
:
Memberikan
informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk
tentang sirkulasi pada area graft.
2)
Berikan perawatan luka
bakar yang tepat dan tindakan control infeksi
Rasionalisasi
:
Menyiapkan
jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan graft
Post operasi
1)
Pertahankan penutupan
luka sesuai indikasi
Rasionalisasi
:
Balutan
yang melekat pada kulit untuk menutupi
luka bakar
2)
Tinggikan area graft
bila mungkin
Rasionalisasi
:
Menurunkan
pembengkakan/membatasi resiko pemisahan graft, mempengaruhi penyembuhan graft.
3)
Evaluasi warna sisi
graft dan donor: perhatikan ada/tidaknya penyembuhan
Rasionalisasi
:
Mengevaluasi
keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasikan terjadinya komplikasi.
g.
Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan.
Tujuan : Mempertahankan/meningkatkn
kekuatan
Kriteria hasil : Dapat
melakukan aktifitas sesuai kemampuan dan tidak kontraktur.
Rencana tindakan:
1)
Pertahankan posisi
tubuh tepat dengan dukungan atau balut untuk luka bakar diatas sendi.
Rasionalisasi :
Meningkatkan posisi
fungsional pada ekstremitas dan mencegah kontraktur yang lebih mungkin diatas
sendi.
2)
Perhatikan sirkulasi, gerakan
dan sensasi jari secara sering
Rasionalisasi :
Edema dapat
mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas dan mempotensialkan nekrosis
jaringan/terjadi kontraktur.
3)
Lakukan latihan
rehabilitasi pada saat penerimaan.
Rasionalisasi :
Akan lebih mudah
membuat partisipasi bila pasien menyadari adanya penyembuhan.
4)
Lakukan rentang gerak
secara konsisten, diawali dengan pasif aktif.
Rasionalisasi :
Mencegah secara
progresif mengencangkannya jaringan parut, meningkatkan pemeliharaan
otot/sendi.
h.
Ansietas berhubungan
dengan perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi
Tujuan : Rasa cemas
teratasi
Kriteria hasil : Klien
tampak tenang, klien tampak beristirahat, wajah tampak rileks.
Rencana tindakan:
1)
Beri penjelasan dengan
sering dan informasi prosedur perawatan.
Rasionalisasi
:
Pengetahuan
apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan
konsep dan meningkatkan kerjasama.
2)
Tunjukkan rasa empati
kepada klien
Rasionalisasi
:
Membantu
pasien mengetahui dukungan dan perawatan yang dilakukan.
3) Libatkan keluarga/orang
terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun memungkinkan
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
kerjasama
1)
Kaji status mental
klien
Rasionalisasi
:
Pada
awal pasien dapat menggunakan penyangkalan dan persepsi unuk menurunkan dan menyaring
informasi keseluruhan.
2)
Berikan orientasi
konstan dan konsisten
Rasionalisasi
:
Membantu
pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas.
3)
Identifikasi metode
koping/penanganan situasi stress sebelumnya.
Rasionalisasi
:
Perilaku
masa lalu yang berhasil dapat digunakan untuk menerima situasi saat ini.
4)
Dorong keluarga atau
orang terdekat mengunjungi dan mendiskusikannya terjadi pada keluarga.
Rasionalisasi
:
Mempertahankan
kontak dengan realitas, keluarga membuat rasa kedekatan dan kesinambungan
hidup.
a.
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan kejadian traumatik, kecacatan.
Tujuan : Klien dapat
menerima situasi dirinya
Kriteria hasil : Klien
dapat membuat tujuan/masa depan
Rencana tindakan:
1)
Kaji makna kehilangan
(perubahan pada pasien) atau orang terdekat
Rasionalisasi
:
Episode
traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba.
2)
Terima dan akui
ekspresi frustasi, ketergantungan, marah, duka
Rasionalisasi
:
Penerimaan
pesan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan.
3)
Perhatikan perilaku
maladaptif
Rasionalisasi
:
Keluarga
dan pasien cenderung menerima krisis ini dengan cara yang sama dimana mereka
telah alami waktu lalu.
4)
Bersikap realistis
selama pengobatan.
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
kepercayaan dan mengadakan hubungan antar pasien dan perawat.
5)
Berikan penguatan
positif terhadap kemajuan.
Rasionalisasi
:
Kata-kata
penguatan sangat mendukung dalam hubungan perawat dan pasien.
6)
Berikan kelompok
pendukung untuk orang terdekat
Rasionalisasi
:
Meningkatkan
ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu klien.
b.
Kurang pengetahuan
tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajannya informasi.
Tujuan : Klien
melaporkan tanda-tanda paham akan pengertian yang diberikan
Kriteria
hasil : Mengerti tentang prognosis, kondisi dan kebutuhan pengobatan dan
berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana
tindakan:
1)
Kaji ulang prognosis
dan harapan yang akan datang
Rasionalisasi :
Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2)
Diskusikan harapan
pasien untuk kembali kerumah, kerjasama dan aktivitas normal.
Rasionalisasi :
Pasien sering kali
mengalami kesulitan memutuskan pulang.
3)
Kaji ulang perawatan
luka bakar, graft, kulit dan luka. Identifikasi sumber yang tepat untuk
perawatan pasien rawat jalan dan bahannya.
Rasionalisasi :
Meningkatkan kemampuan
perawatan diri setelah pulang dan meningkatkan kemandirian.
4)
Diskusikan perawatan
kulit
Rasionalisasi
:
Gatal,
lepuh dan sensitivitas luka yang sembuh/sisi graft dapat diharapkan selama
waktu lama
5)
Dorong kesinambungan
program latihan dan jadwal periode istirahat.
Rasionalisasi :
Mempertahankan
mobilitas, menurunkan komplikasi dan mencegah kelelahan.